Wednesday, February 1, 2012

Syiah - Sunni Konflik Buatan?


Kegelisahan masih menyelimuti ratusan warga Syiah di Sampang, Madura. Mereka khawatir, memikirkan rumah yang ditinggal mengungsi di desa Karang Gayam. Warga syiah pun khawatir tak bisa kembali ke kampung halaman mereka. Pasca pembakaran pesantren dan rumah warga pengikut Tajul Muluk, Jumat (30/12) pekan lalu, mereka masih trauma. Meski sempat diungsikan ke kantor Kecamatan Omben, kini warga syiah, yang berjumlah 253 orang itu, ditambung di kompleks Lapangan Tennis Indoor Kota Sampang.
Sementara itu, hingga kini ratusan personil Brimob bersenjata lengkap masih bersiaga di desa Karang Gayam. Ketatnya penjagaan mengantisipasi bentrok susulan. Bentrok warga syi’ah dan sunni berlangsung Kamis (29/12). Warga terusik dengan kegiatan pesantren syi’ah. Padahal pesantren itu, sebelumnya sudah diingatkan untuk tidak mengotori akidah umat di Madura.Keberadaan Syiah di Madura sudah muncul sejak tahun 1980-an. Para ulama sudah mewanti-wanti keberedaan Syiah.Majelis Ulama Indonesia dalam Rapat Kerja Nasional bulan Jumadil Akhir 1404 H./Maret 1984 M sudah merekomendasikan tentang sekte Syiah yang memberikan perbedaan-perbedaan dengan ajaran Ahlu Sunnah.
Perbedaan itu diantaranya, Syiah tidak mengakui Ijma’ tanpa adanya “Imam”, sedangkan Ahlus Sunnah wal Jama’ ah mengakui Ijma’ tanpa mensyaratkan ikut sertanya “Imam” . Perbedaan lain terletak dalam melihat kepemimpinan/pemerintahan (imamah) adalah termasuk rukun agama, sedangkan Sunni (Ahlus Sunnah wal Jama’ah) memandang dari segi kemaslahatan umum dengan tujuan keimamahan adalah untuk menjamin dan melindungi da’wah dan kepentingan umat.
Pemerintah memang tidak melarang aliran syi’ah di Indonesia. Bahkan Majelis Ulama Indonesia juga tidak mengeluarkan fatwa larangan syi’ah. Meski ada desakan untuk “mengharamkan” syi’ah, tapi MUI hanya mengeluarkan fatwa mewaspadai aliran syi’ah.
Kalaupun nanti ada kecurigaan dari pihak pemerintah terhadap Syi'ah, kecurigaan itu hanyalah akibat dari lobbying orang-orang yang anti Syi'ah, yang berusaha memberikan gambaran tertentu kepada pemerintah, untuk mencurigai Syi'ah.
Ustad Sami’ Athifuzzain, penulis kitab al-Islam wa Tsiqafatul Insan, dalam bukunya yang berjudul “Al-Muslimun…Man Hum? (Siapakah Kaum Muslimin?) mencoba mendudukan posisi syi’ah dan sunni. Dalam mukadimah buku itu, ia menulis adanya pengelompokan dalam masyarakat muslim Syiah dan Sunni yang semestinya terhapus dengan terhapusnya kejahilan. Tetapi pengelompokan itu justru terus berakar. Padahal sumber pengelompokan itu adalah sekelompok orang yang berhasil menguasai dunia Islam lewat nifaq. “Kelompok itu adalah musuh Islam yang tidak bisa hidup kecuali sepert lintah penghisap darah” tulis Ustad Sami.
Perbedaan yang terjadi antara kelompok Sunni dan Syiah hanya terletak pada pemahaman atas Qur’an dan Sunnah bukan pada asli Qur’an dan sunnah. Ustad Shabir Tha’imah dalam buku Tahdidat Imamul ‘Arubah wal Islam, mengatakan, antara Syiah dan Sunni tidak memiliki perbedaan dalam ushul. Sunni dan Syiah adalah muwahhid. Perbedaan hanya pada furu’ [fikih] yang sama saja seperti perbedaan fikih di antara mazhab yang empat (Syafii, Hanbali…). Mereka mengimani ushuluddin sebagaimana yang ada dalam Quran dan sunnah Nabi. Selain itu mereka juga mengimani apa yang harus diimani. Mereka juga mengimani bahwa seorang muslim yang keluar dari hukum-hukum penting agama, maka Islamnya tidak benar (bathil). “ Yang benar adalah bahwa Sunni dan Syiah, keduanya adalah mazhab dari beberapa mazhab Islam yang mengambil ilham dari kitabullah dan sunnah nabi,” katanya.
Tapi perbedaan pemahaman itu justru dijadikan ladang konflik. Bukan tidak mungkin ada kelompok yang khawatir, jika kelompok Sunni dan Syiah bersatu, seperti diuangkapkan Ustad Abul Hasan Nadawi kepada Majalah Al I’tisham. “Jika hal ini terlaksana—yaitu kedekatan Sunni dan Syiah—akan terjadi sebuah revolusi yang tak ada tandingannya dalam sejarah baru pemikiran Islami.” Katanya. Jadi tak ada salahnya untuk menutup jalan bagi kelompok yang ingin memperluas kekerasan dalam agama, dan membangun persatuan dan saling bekerjasama bukan mengelompokan dirijauh satu sama lainnya.
Mendiang Imam Khomeini alam khutbah di bulan Jumadil Awal 1384 H) mengatakan, “Tangan-tangan kotor yang telah menciptakan pertentangan di dunia Islam antara Sunni dan Syiah bukan Sunni dan Syiah. Mereka adalah tangan-tangan imperialis yang ingin berkuasa di negara-negara Islam. Mereka adalah pemerintahan-pemerintahan yang ingin merampok kekayaan rakyat kita denganberbagai tipuan dan alat dan menciptakan pertentangan dengan nama Syiah dan Sunni.” (nov)
Oleh: Raihan

Berlaku Adil Terhadap Syiah
Indonesia belum lepas dari peristiwa-peristiwa kekerasan horizontal. Selain ini sangat merugikan proses demokratisasi di tanah air, juga merugikan masyarakat yang saling bertikai. Tidak hanya korban jiwa, dipastikan juga ada sejumlah kerugian material lainnya. Setelah kasus kekerasan di Mesuji, Sumatera Selatan dan Lampung, kemudian pada akhir tahun 2011 terjadi peristiwa di Pulau Madura. Pada pukul 10.00 terjadi pembakaran terhadap masjid, madrasah, dan rumah kelompok Syiah di Desa Karang Gayam, Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur, Kamis (29/12/2011). Penyerangan dan pembakaran dilakukan ribuan orang yang mengaku kelompok Sunni.
Atas peristiwa ini sejumlah Ulama dan lembaga agama mengeluarkan komentar beragam. Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siradj menilai tidak ada konflik antar pemeluk agama Islam di Madura. Dia membantah jika pembakaran Ponpes Syiah karena konflik antara Sunni dan Syiah. “Ini konflik keluarga, bukan Sunni dan Syiah, bukan NU dan Syiah. Buktinya di Jateng dan Jabar tidak ada masalah,” jelasnya. Bahkan KH Said Agil menduga ada pihak yang sengaja melakukan provokasi untuk penyerangan sekaligus pembakaran pondok pesantren Syiah di Desa Sumber Gayam, Kecamatan Omben, Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur. "Islam itu mengajarkan toleransi, NU mengecam segala tindak kekerasan. NU didirikan dalam tiga semangat, semangat ukhuwah islamiyah. watoniah dan insaniah," kata KH Said Aqil Siradj di Gedung PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta, Selasa (3/1/2012).
Hal serupa disampaikan Bupati Sampang Noer Tjahja. Menurutnya, kerusuhan ini sesungguhnya berakar dari masalah internal keluarga. Kebetulan di dalam keluarga itu ada yang menganut paham tertentu, sehingga menimbulkan perselisihan. Perselisihan itu semakin meruncing, hingga akhirnya pecah menjadi kerusuhan. Oleh karena ini, harus ada upaya melokalisir kerusuhan itu untuk mencegah meluasnya konflik tersebut.
Menilik dari sejarah yang dikutip dari berbagai sumber, Syiah berasal dari bahasa arab yang artinya pengikut, juga mengandung makna pendukung dan pecinta, juga dapat diartikan kelompok. Dalam arti bahasa, muslimin atau ummat islam disebut sebagai syiahnya Muhammad bin Abdillah SAW dan pengikut Nabi Isa bisa disebut sebagai Syiahnya Isa Alaihissalam. Secara terminologis, Syiah adalah kaum muslimin yang menganggap pengganti Nabi SAW, dan merupakan hak istimewa keluarga Nabi (dalam hal ini Ali KW dan keturunannya).
Pada masa hidup Ali bin Abi Thalib sendiri menurut Abu Nasywan Alhimyary, Ada tiga varian kecenderungan syiah waktu itu dalam menyikapi masalah kekhalifahan.
Pertama ; mengakui kekhalifahan Abu bakar RA, Umar RA, dan juga Ustman RA. Sampai dengan ketika sahabat Ustman telah melakukan hal-hal yang mereka anggap telah menyimpang. Kedua; kelompok yang lebih kecil dari kelompok pertama, yang berpendapat bahwa runtutan kekhalifahan setelah Rasulullah SAW adalah Abu bakar RA, Umar RA, dan Ali KW, sedangkan kekhalifahan Ustman tidak diakui. Oleh karena itu menurut Aljahid, pada masa awal Islam, yang dinamakan Syi’I (Syiah) adalah orang-orang yang mendahulukan Ali KW atas Ustman RA, sehingga menurutnya lagi, saat itu dikenal ada Syi’i dan Ustmani. Yang pertama adalah orang-orang yang mendahulukan Ali atas Ustman dan yang kedua adalah orang-rang yang mendahulukan Ustman RA, atas Ali KW. Ketiga; kelompok paling kecil yaitu mereka yang menganggap bahwa orang yang paling utama memangku kekhalifahan setelah Rasulullah adalah Ali KW. Dari tiga kecendrungan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa mayoritas pendukung Syiah tidak melebihkan Ali atas semua sahabat Rasulullah Saw, namun mereka hanya melebihkan atas Ustman RA.
Apakah Syiah aliran sesat ?
Kriteria aliran sesat menurut Majelis Ulama Indonesia (MUI) adalah; (1) Mengingkari rukun Iman dan Islam. (2) Meyakini dan atau mengikuti akidah yang tidak sesuai dalil syar’i Al Quran dan As sunnah. (3) Meyakini turunnya wahyu setelah Alquran. (4) Mengingkari otentisitas dan atau kebenaran isi Al Quran. (5) Melakukan tafsiran yang tidak berdasarkan kaidah tafsir. (6) Mengingkari kedudukan hadist nabi sebagai sumber ajaran Islam. (7) Melecehkan dan atau merendahkan para nabi dan rasul. (8) Mengingkari Nabi Muhammad sebagai rasul terakhir. (9) Mengubah pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan syariat. (10) Mengkafirkan sesama muslim tanpa dalil syar’i.
Kriteria yang ditetapkan oleh Ijma’ ulama Indonesia tersebut tentu sudah melalui pengkajian dan penelusuran. Menguatkan pendapat tersebut, cermati pula ijma’ ulama dunia dalam Deklarasi Amman, Jordania. (27-29 Jumadil Ula 1426 H / 4-6 Juli 2005 M) Disebutkan bahwa siapa saja yang mengikuti salah satu dari empat Mazhab Ahlusunnah Waljama’ah (Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hambali), dan Mazhab Ja’fari (Syiah Imamiah), Mazhab Syiah Zaidiyah, Mazhab Ibadhi, dan Mazhab Az-Zhahiri, semuanya adalah muslim, tidak diperbolehkan mengkafirkannya dan haram darah, harta, serta keluarga mereka.
Perlu dicatat, risalah Amman ini disetujui oleh 500 ulama seluruh dunia, baik Sunni (Ahlusunnah Waljama’ah) maupun Syiah, yang kemudian diikuti oleh ratusan ulama dunia dalam deklarasi di Jeddah, diantaranya dari Indonesia ada Maftuh Basyumi (Mantan Menteri Agama), Din Syamsuddin (Muhammadiah), Dr. Tuti Alawi (Rektor Universitas As-Syafi’iyah), Dr. Alwi Shihab (Mantan Menlu), dan KH. Hasyim Muzadi (NU).
Kendati diakui dunia bahwa Syiah adalah muslim, memang perlu dilihat kembali golongan tersebut. Namun, tidak boleh menggeneralisasikannya. Sebagian kelompok yang oleh ulama Syiah sendiri dikatakan keluar dari Islam, diantaranya kelompok Syiah Ghullat, yang meyakini bahwa Saidina Ali bin Abithalib sebagai penjelmaan Allah di muka bumi. Ada juga kelompok Syiah yang menganggap bahwa malaikat Jibril salah menurunkan wahyu, seharusnya kepada Ali ternyata turun kepada Rasulullah Saw. Beberapa lagi kelompok Syiah sesat sudah punah. Kelompok tersebut bahkan menurut Syiah Imamiah dan Syiah Zaidiyah, adalah najis. Dianjurkan tidak membangun hubungan bisnis dengan mereka.
Oleh karena itu,. Hati-hati mengklaim sesat, sebab merujuk kriteria sesat oleh MUI, poin 10, mengkafirkan sesama muslim juga sesat. Islam mengajarkan untuk saling hormat-menghormati dan bersatu dalam kalimat laa ilaha illallah muhammadurrasulullah, sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah saudara..
“Wa Allahu a'lam bisSawab"(dod)
Sumber: faktapos.com

0 komentar:

Post a Comment