Apakah benar kitab suci umat Islam
mengakui keberadaan mahluk planet
lain? Masalah ini selalu menjadi kajian
menarik para ahli tafsir. Ada yang
mengamini, dan ada pula yang
menampiknya.
Berikut ini salah satu kajian yang
ditulis oleh Yudi N. Ihsan, pegiat
pengajian di Bremen, Jerman.
Terlepas dari shahih atau masih perlu
dikaji kembalinya tulisan Yudi N.
Ihsan, berpulang kepada diri kita
masing-masing.
Singkat kata, selamat membaca...
Al-Qur’an merupakan mu’jizat
terbesar sepanjang masa. Pertamakali
dibukukan di jaman Khalifah Abu
Bakr, lalu pembukuannya
disempurnakan di jaman Khalifah
Umar bin Khathab. Sedangkan di
jaman Khalifah Utsman mulai
ditetapkan bentuk hurufnya serta
diperbanyak sehingga dikenal istilah
Rosam Utsmani. Ilmu tata bahasa al-
Qur’an (nahwu dan sharaf) mulai
diperkenalkan di jaman khalifah Ali bin
Abi Thalib.
Salah satu keistimewaan al-Qur’an
adalah memungkinkan penafsirannya
yang terus berkembang dan selalu up
to date. Salah satu contohnya adalah
yang terdapat di dalam surat Ar-Ra’du
(13) ayat 15.
Dan hanya kepada Allah-lah sujud
(patuh) “Man” yang ada di langit dan
di Bumi, baik dengan kemauan sendiri
(taat), ataupun terpaksa, begitupula
bayang-bayangnya (ikut sujud) di pagi
dan petang hari (QS 13:15).
Ayat tersebut menjelaskan adanya
“Man” di langit dan di Bumi. Lalu
siapakah yang dimaksud “Man” di
dalam ayat ini?
1. Di dalam tata bahasa al-Qur’an
(arab) “Man” menunjukan makhluk
yang diberi akal. Sedangkan makhluk
berakal yang diciptakan Allah swt ada
4, yaitu: Malaikat, Iblis, Jin, dan
Manusia. Oleh sebab itu makhluk-
makhluk lain seperti binatang,
tumbuhan, atau benda mati tidak bisa
disebut “Man” tetapi disebut “Maa”.
Jika diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia maka “Man” bermakna
“Siapa” dan “Maa” bermakna “Apa”.
2. Ciri-ciri “Man” yang dimaksud di
dalam ayat di atas adalah:
a) Sujud dengan taat kepada Allah;
b) Sujud dengan terpaksa kepada
Allah; dan
c) Memiliki bayang-bayang.
Ayat tersebut berbunyi: Walillahi
yasjudu Man fi ssamaawaati wal
ardhi, jika diterjemahkan menjadi:
Dan kepada Allah “Man” di langit dan
di Bumi bersujud/beribadah. Itu
bunyi paragraf pertama dari ayat
tersebut.
Paragraf ini menjelaskan adanya
“Man” di langit dan di Bumi yang
bersujud/beribadah kepada Allah.
Lalu dilanjutkan dengan kalimat:
Thou’an wa karhan wa dzilaluhum….,
jika diterjemahkan menjadi: Taat, dan
terpaksa, dan bayang-bayang
mereka…… paragraf ini menjelaskan
cirri-ciri “Man” yang dimaksud pada
paragraf pertama. Bahwa sujud/
ibadahnya si “Man” yang dimaksud di
atas kadang kala taat, kadang
terpaksa, dan mereka memiliki
bayang-bayang.
3. Perlu diketahui lagi bahwa kata As-
samaawaati pada ayat tersebut
berbentuk jamak. Sehingga menjadi
petunjuk bahwa “Man” yang berada
di luar planet Bumi akan tersebar di
banyak planet lain.
4. Jika melihat ciri-ciri tersebut diatas
maka tidak mungkin yang dimaksud
“Man” di dalam ayat tersebut adalah
Malaikat, karena Malaikat selalu patuh
kepada Allah, tidak pernah terpaksa,
dan tidak memiliki bayang-bayang.
5. Juga tidak mungkin yang maksud
“Man” di dalam ayat tersebut adalah
Iblis, karena Iblis tidak pernah taat
kepada Allah serta tidak memiliki
bayang-bayang.
6. Dan tidak mungkin pula yang
dimaksud “Man” di dalam ayat
tersebut adalah Jin. Walaupun ada Jin
yang taat dan terpaksa, tetapi Jin tidak
memiliki bayang-bayang.
7. Maka yang dimaksud dengan “Man”
pada ayat tersebut adalah makhluk
seperti manusia. Yaitu mahkluk yang
kadang kala taat, atau terpaksa serta
memiliki bayang-bayang. Oleh sebab
itu, ayat tersebut menjadi petunjuk
adanya makhluk berakal seperti
manusia di luar planet Bumi.
Disamping “Man”, di luar planet Bumi
pun Allah swt pun menciptakan “Maa”
dari kelompok binatang melata.
Sebagaimana firman Allah swt di
dalam surat An-Nahl (16) ayat 49.
Dan hanya kepada Allah-lah sujud
“Maa” yang melata yang ada dilangit
dan “Maa” yang melata yang ada di
Bumi. Dan para Malaikat, dan mereka
tidak menyombongkan diri. (QS
16:49).
Ayat tersebut menjelaskan adanya
“Maa” dan “Malaikat” di langit dan di
Bumi yang selalu sujud kepada Allah
serta tidak sombong. Pada ayat ini
tidak ada istilah terpaksa, sebagai
bukti bahwa Malaikat dan “Maa” selalu
sujud dengan taat kepada Allah swt.
Mengakhiri pembahasan tentang
makhluk di luar Bumi maka silahkan
simak firman Allah swt di dalam surat
Asy-Syura (42) ayat 29.
Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-
Nya, ialah menciptakan langit dan
Bumi dan “Maa” yang melata yang Ia
sebarkan pada keduanya. DAN IA
MAHA KUASA UNTUK
MENGUMPULKAN (MEMPERTEMUKAN)
SEMUANYA (MAKHLUK LANGIT DAN
BUMI) APABILA IA BERKEHENDAK (QS
42:29).
Ayat tersebut menjadi petunjuk
adanya kemungkinan pertemuan
(interaksi) antara manusia yang ada di
langit dengan manusia yang ada di
Bumi bahkan kemungkinan saling
berjodoh, tentunya jika Allah swt
sudah berkehendak. Wallahu a’lam
bishowab.
Sumber:
pengajianbremen
sumber :http://
www.apakabardunia.com/2012/06/
alquran-mengakui-keberadaan-
ufo.html
Published with Blogger-droid v2.0.6
0 komentar:
Post a Comment