Diceritakan, Kiai Abdul Muchith Muzadi ditegur koleganya yang sama-sama kiai. Alasannya, orang itu mendapai kitab karya Thabathaba’i nangkring di lemari kitab Kiai Muchith. Wajahnya langsung muram.
“Dia itu kan ulama Syiah. Kenapa kitabnya dibaca?” tegur kiai itu dengan nada tinggi.
Adapun yang punya kitab tenang-tanang saja. Tak terpancing komentar sahabatnya. “Memangnya kenapa kalau saya baca kitabnya Thabathaba’i?” Kiai Muchith balik bertanya. Tenang.
Kiai itu tampak kaget. “Lho, kan bisa mempengaruhi pikiran?” serangnya dengan nada sengit. Kiai Muchith tetap santai. Sambil terkekeh, ia memberikan penjelasan, “Saya ini, ada buku apa saja saya baca. Jangankan karangan ulama Syiah, kalau perlu komik Jepang pun saya baca, dan saya tidak terpengaruh kok..hehehe,” Jawab Kiai Muchith enteng.
Dalam kelengangannya, Kiai Muchith menghabiskan sebagian besar waktunya untuk membaca buku. Memang itulah hobi yang sudah sekian lama dijalaninya. Apa saja dibaca. Mulai dari buku, koran, hingga majalah. Karena hobinya membaca itulah kitabnya menjadi sangat banyak. Dalam acara Harlah NU tahun 2006 yang dipusatkan di Kantor PWNU Jatim, Kiai Muchith pernah menyatakan, “Nilai kitab-kitab saya tidak kurang dari harga sebuah kijang Innova”. Padahal saat itu kijang Innova gres beredar di pasaran, harganya lebih dari Rp 200 juta. Wow, betapa banyak kitab koleksinya.
Umumnya buku-buku yang dimiliki Kiai Muchith bertema tentang agama, NU, dan kenegaraan. Termasuk buku-buku tentang Muhammadiyah, Kiai Muchith juga rajin menyimpannya. Malah dia juga memiliki dua buku keputusan Majelis Tarjih Muhammadiyah, keduanya sama-sama asli dan resmi diterbitkan lembaganya, hanya beda tahun keputusan dibuat, tapi isinya saling bertentangan. Seakan telah terjadi qaul qadim dan qaul jadid dalam majelis tarjih, atau malah sudah mencapai tingkatan nasikh-mansukh dalam lembaga itu.
Karena banyaknya koleksi buku-buku tentang Muhammadiyah itulah menjadikan Kiai Muchith berani “menyentil” Pak Amien Rais, yang saat itu menjabat Ketua Umum PP Muhammadiyah, beradu referensi. Konon, dalam suatu kesempatan menjadi narasumber bersama di Universitas Airlangga, Surabaya, Kiai Muchith mengawali pembicaraan, “Saya berani taruhan dengan Pak Amien. Saya yakin, kitabnya Pak Amien tentang NU tidak sebanyak kitab saya tentang Muhammadiyah.” kata Kiai Muchith berkelakar. Amien Rais yang duduk di sebelahnya hanya bisa senyum-senyum mendengarnya. Bisa saja apa yang dikatakan Kiai Muchith memang benar adanya, jangankan kitab-kitab Muhammadiyah, wong komik Jepang saja kalau perlu juga dibaca.
Kiai Muchith, yang lahir di Bangilan Tuban 19 Jumadil Awal 1344H / 4 Desember 1925 M ini juga memiliki beberapa karya tulis yang diterbitkan Khalista. Pak Ma’ruf Asrori, Direktur Penerbit Khalista, bercerita jika royalti buku karya Kiai Muchit bukan berupa uang, melainkan dirupakan BUKU! Semua atas permintaan Kiai Muchith. Apakah buku hasil royalti tersebut DIJUAL kembali oleh kiai yang mengasuh Masjid Sunan Kalijaga di depan Universitas Jember ini? TIDAK, buku-buku tersebut dibagikan oleh Kiai Muchith kepada jamaah pengajiannya dan juga kepada para tamu.
“Anak-anak muda harus suka baca, apalagi anak-anak NU! Buku apapun harus dibaca, ya, dibaca! Biar nggak kagetan, biar pengetahuannya luas.” kata Kiai Muchith pada malam takbiran Idul Fitri 2008 silam, ketika saya sowan di ndalem beliau. Semangat betul beliau kalau memberi motivasi.
Tooop! Semoga panjenengan panjang umur, kiai!
(Rijal Mumazziq Z)
0 komentar:
Post a Comment